TRITIUM, METODE RADIOAKTIVITAS DALAM PENENTUAN UMUR AIR TANAH

PENDAHULUAN
Metode radioaktifitas yang banyak digunakan dalam pengukuran umur air tanah adalah menggunakan isotop dengan waktu paruh yang panjang, misalnya 14C, 38Cl, 39Ar dan 81Kr untuk penanggalan umur air tanah tua (paleogroundwater). Isotop dengan umur pendek seperti, 3H, 32Si, 37Ar, 85Kr dan 222Rn digunakan untuk pengukuran umur air tanah modern[1].
Tritium di lingkungan salah satunya merupakan hasil samping operasi reaktor nuklir. Pendingin reaktor menghasilkan Tritium kurang lebih 1,850 sampai 3,700×1013 dan 5,4×1016 Bq/tahun untuk setiap 1000MWe. Secara alamiah maupun yang hasil produksi fasilitas nuklir, Tritium terdapat dalam bentuk molekul air (HTO), gas Tritium (HT) dan gas metana (CH3T) [2].
Air tanah modern merupakan air tanah yang meresap dalam kurun beberapa decade yang lalu dan aktif dalam siklus hidrogeologi. Penentuan umur air tanah menggunakan metode radioaktifitas Tritium dapat digunakan untuk melakukan analaisis daerah pengisian (recharge area), pemetaan pola gerakan air tanah dan fluktiasi musiman seperti yang pernah dilakukan di cekungan Surakarta (Solo upper basin)[3].
Sebagai salah satu isotop hidrogen yang bersifat radioaktif. Tritium, secara kimia sama dengan hidrogen yang dengan kelebihan netron dalam ini atomnya dengan waktu paruh 12,4 tahun. Secara spontan inti Tritium akan menjadi inti Helium diserta emisi radiasi beta. Segera setelah terbentuk di atmosfer, Tritium berubah menjadi molekul air melalui proses oksidasi dan mencapai permukaan bumi bersama dengan air hujan[2].
Melaluai proses infiltrasi, Tritium bersama air hujan menuju daerah jenuh menjadi air tanah tertekan. Fungsi waktu tinggal air tanah memepengaruhi aktivitas Tritium yang belum mengalami proses disintegrasi. Pendekatan kualitatif dihitung pada perbedaan umur air tanah. Pada akuifer homogen dengan kemenerusan yang baik, air tanah berasal dari daerah dengan umur air tanah muda menuju daerah dengan umur air tanah lebih tua[1].

METODE
Konsentrasi Tritium di dalam air tanah berada dalam jumlah yang kecil, sehingga perlu proses pengayaan (enrichment). Sintesa cuplikan air tanah dengan menambahkan kalsium karbida (CaC2) akan menghasilkan gas asetelin (C2H2). Selanjutnya benzene dengan kemurnian tinggi diperoleh dari proses trimerisasi gas asetelin menggunakan katalis dasar kromium alumin. Proses pengayaan ini menggunakan benzene zyntheiser yang berfungsi merubah airtanah menjada benzene[4].
Metode pencacahan radiasi beta menggunakan pencacah kelip cair. Deteksi foton dihasilkan oleh interaksi zat organik bahan pengelip Ultima Gold dengan partikel beta dalam sampel. Foton yang terpancar ditangkap oleh foto katoda tabung pengganda electron (photomultiplier tube) dalam alat cacah kelip cair[4].
Data pencacahan cuplikan merupakan aktivitas Tritium dalam benzene. Selanjutnya nilai aktivitas cuplikan dihitung berdasar besarnya aktivitas Tritium dalam 1 gram hidrogen dalam benxen hasil sintesa. Jika dalam 1 mol air terdapat 18 gram air, maka dalam 1 mol hidrogen terdapat 9 gram air, sehingga aktivitas Tritium dalam air dihitung berdasar persamaan,

A_(tritium(H_2 O))=1/9×A_(tritium(H))

Karena 1 dpm/gram aktivitas Tritium dalam air sebesar 3,7x104x60 µCi/mlair sedangkan 0,32×10-8 µCi/mlair sama dengan 1 Tritium Unit (TU), maka

TU=(A_(tritium(H_2 O))/(3,7×〖10〗^4×60))×1/((0,32×10〖10〗^(-8) )

Pemetaan nilai TU berdasar posisi geografi dengan mempertimbangkan informasi geohidrologi digunakan dalam analisis pola gerakan air tanah dan keberadaan daerah imbuhan[3],[4],[5].

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemetaan nilai aktivitas Tritium daerah cekungan Surakarta yang dibuat bentuk dua dimensi menggunakan Surface Mapping System Surfer. Interpretasi didasarkan pada pola kesamaan nilai TU dalam klosur tertutup (iso tritium unit). Pola gerakan air tanah bergerak melintang garis kontur iso tritium unit dari daerah dengan nilai TU tinggi menuju daerah dengan nilai TU rendah[4].
Analisis nilai TU menunjukkan pola gerakan air tanah cekungan Surakarta memiliki orientasi gerakan arah Barat-Timur dan terdapat perubahan pola gerakan sepanjang bukit kapur Utara Surakarta seperti diperlihatkan dalam Gambar 1 Lapiran. Di beberapa daerah nampak klosur tertutup dengan ketajaman dalam yang menunjukkan eksplorasi air tanah secara berlebihan sehingga menyebabkan penurunan muka air tanah berbentuk kerucut terbalik (cone of depression) seperti diperlihatkan dalam Gambar 2, Lampiran[4] ,[6]’[7].

KESIMPULAN
Analisis umur Tritium dapat digunakan dalam penentuan daerah imbuhan dan analisis pola gerakan air tanah modern. Perhitungan nilai aktivitas dalam satuan Trtium Unit dilakukan dengan proses pengayaan cuplikan menjadi benzene dan menambahkan pengelip organik dan dicacah menggunakan alat cacah kelip cair
Aplikasi metode Tritium di daerah cekungan Surakarta menunjukkan pola gerakan dengan orientasi Barat-Timur dengan perpecahan pola gerakan pada deretan bukit kapur bagian Utara.

DAFTAR RUJUKAN
[1] Ristin Puji Indiyati, 2007, Tritium untuk Indentifikasi dan Penanggalan Air Tanah Modern, Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, Vol.10, No.2, Hal. 68-75.
[2] Poppy Intan Tjahja dan Putu Sukmabuana, 1998, Tritium, Radionuklida yang perlu mendapat Perhatian, Buletin ALARA, Vol.2 No.1, Hal 19-25
[3] Budi Legowo dan Darsono, 2005, Analasis Gerakan Air Tanah Cekungan Surakarta Menggunakan Metode Perbandingan Umum Tritium, Laporan Penelitian DIPA UNS.
[4] Elistina, 2009, Penentuan Dosis Tritium dalam Urin Pekerja Radiasi untuk Pemantauan Kontaminasi Interna, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir IV, BATAN, Hal 40-51.
[5] Mook, W.G., 2000, Environmental Isotopes in Hydrological Cycle-Principles and Aplications, Vol.IV., Unesco-IAEA.
[6] Budi Legowo, 2007 Pemetaan Penyebaran Sumber Air Tanah Asin Derah Surakarta dengan Metode Resistivitas, Prosiding 3rd Kentingan Physics Forum Jurusan Fisika FMIPA UNS.
[7] Mohamad Sapari Dwi Hadian, Undang Mardiana, Oman Abdurahman, dan Munib Ikhwatun Iman, 2006, Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota Tangerang, Propinsi Banten, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 Hal 115-128.

Disampaikan dalam Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret