Jangan menunggu jadi guru besar untuk menanam pohon
Pagi ini…suara gergaji menderu disamping tempat kuliah. Pembangunan gedung tahap tiga dimulai. Ada kegembiraan…kebutuhan ruang kuliah dan praktik akan segera terpecahkan. Ada kesedihan…pembangunan selalu didahului “pembukaan lahan”.
Diskusi kecil di ruang administrasi…ada dua pohon besar (jati) yang punya potensi menjadi monumen hidup (20 tahun yang akan datang) dirobohkan dengan mengatasnamakan perluasan akses pendidikan. Memang tidak dapat “dihindarkan” pohon tetap harus di”tumbangkan”
Beberapa waktu yang lalu…saat pendirian tower untuk semakin mengoptimalkan layanan IT…di”tumbangkan 3 batang pohon besar. Tepat hari bumi internasional, mahasiswa melakukan orasi ditempat lain, saat gergaji menderu mehapus jejak sejarah berdirinya institusi ini.
Pembangunan itu merupakan keniscayaan, kebutuhan lahan itu sebuah hal yang tidak bisa dihindarkan dan penebangan pohon “penghalang kemajuan” menjadi keharusan. Pertanyaan besarnya, “berapa lagi bangunan akan didirikan dan berapa pohon agi akan ditumbangkan?”. Bukan ini pertanyaan yang harus dilontarkan. Akan terjadi prasangka buruk, saling tuding karena beda pandangan dan tidak ada titik temu sehingga menimbulkan perpecahan. Kalau semua tidak dapat dihindarkan, pertanyaan yang harus kita tanam dalam-dalam di hati kita adalah “berapa pohon yang akan kita hidupkan?”
Banyak pahlawan yang mati karena berjuang untuk kemerdekaan, tapi tidak akan membuat matinya pahlawan-pahlawan baru yang akan lahir setelahnya.
Tiap pohon pasti akan mati (pertanyaannya kapan dan karena apa?) Kalau memang satu pohon harus tumbang…lima paohon lain harus siap kita “hidupkan”. Tidak usah menunggu jadi guru besar untuk menam baca; menghidupkan) pohon di institusi ini. Kalau semu guru mau menghidupkan lima pohon dalam waktu hidupnya, 20 tahun lagi institusi ini tidak akan kehabisan batang pohon untuk dijadikan monumen abadi.
Selamat HARI BUMI …..