Tut Wuri Handayani

twri

Ingarso sung tuladha

Ing madyo mangun karso

Tut wuri handayani

Setiap pendidik tentunya “tahu” kalimat di atas, minimal yang ketiga, karena terdapat dalam lambang Depertemen Pendidikan Nasional. Pertanyaan besarnya adalah, kenapa hanya kalimat ketiga yang ditulis dalam lambang itu???

“Ya….kalau ditulis ketiga-tiganya tidak muat ….” jawabnya tentu bukan itu…

Lalu …. Bagaimana dengan dua kalimat lainnya???

Gambaran semangat Ki Hajar Dewantara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa ini tentunya tidak hanya kalimat ketiga (yang dipilih untuk ”ditempel” dalam lambang DepDikNas) saja yang harus dipegang para pendidik di negara ini. Semangat pendidik profesional ada dalam ungkapan ini. Bagaimana pendidik harus mampu memberikan keteladanan ”saat berada di depan”, bagaimana pendidik harus dapat menumbuhkan semangat ”saat berada di tengah” dan bagaimana pendidik harus mampu memberikan motivasi ”saat berada berada di belakang”.

Kalau ketiga kalimat di atas merupakan KOMPETENSI yang harus dimiliki pendidik, maka tidak ada salahnya bila departemen pendidikan nasional menuliskan kalimat terakhir saja dalam logonya Anggap ini merupakan kompetensi tertinggi yang harus dicapai, sehingga kompetensi yang lebih ”rendah” bisa tidak dituliskan. Tentunya dengan asumsi bahwa jika kompetensi tertinggi telah dicapai maka kompetensi lain yang lebih rendah secara otomatis telah pula dilewati.

Pendidik “biasa” adalah pendidik yang membuat siswanya mengetahuai yang disampaikan, pendidik yang “baik” adalah pendidik yang memberikan contoh, pendidik yang “luar biasa” adalah yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi peserta didiknya.  Motivator yang luar biasa tentunya pernah mengalami semua pahit getir pengalaman hidup yang dilalui…sehingga tidak hanya dapat menceritakan kembali (pendidik biasa) atau memberikan contoh (pendidik yang baik) apa yang pernah dialaminya.

Pendidik seperti yang tertuang  dalam UU-Sisidiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 40 ayat 2, harus mampu….menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis….. Berat??? Coba tengok kembali apakah kita merupakan pendidik yang biasa, baik atau luar biasa.  Mungkin pula kita merupakan golongan pendidik yang “halal” bagi peserta didik kita, karena kedatangan kita dikelas ditunggu-tunggu setiap saat karena  materi yang kita sampaikan senantiasa menjadi sumber inspirasi. Atau mungkin kita pendidik yang masuk dalam golongan “makruh” kalaupun ada lebih baik tapi bila tidak ada tidak membawa pengaruh apa-apa.  Atau malah kita masuk dalam golongan pendidik “haram” yang kehadiran kita dikelas tidak diinginkan karena menimbulkan rasa tertekan dan ketakutan pada peserta didik… kehadiran kita tidak lagi menjdai inspirasi…tapi dti TAKUTI..