Pengalaman Juara

finish

Diambil dari: http://news.dipag.com/

Diilhami sambutan Prof. Dr. M. Furqon H., M.Pd. di Pelatihan Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran di FKIP

Sedikit cerita. Ada seorang anak pemalu, tidak pernah mau terlibat dalam kegiatan bersama teman-teman sebaya. Teman bermain hanya tetangga terdekat dan seusia. Setiap bulan Agustus, lomba-lomba 17-an tidak mau jadi peserta. Hingga akhirnya, ayahnya menjadi panitia dan menyiapkan lomba secara khusus untuk anaknya, MAKAN KRUPUK. Dengan beberapa latihan sebelum hari pelaksanaan lomba dan berkali-kali diyakinkan bahwa sianak pasti akan menang, ikutlah si anak dalam perlombaan, dan MENANG. Pengalaman juara ini berdampak sangat baik pada si anak. Setiap bulan Agustus si anak selalu menayakan kapan lomba dilaksanakan, dengan sepedanya si anak akan menjadi kurir untuk mengumumkan pada setiap anak dalam satu RT bila lomba siap diadakan. Saat lomba diadakan, semua event diikuti si anak. Menjadi JUARA bukan lagi tujuan, yang penting berusaha sebaik-baiknya.

Akibat lain … … … SI AYAH setiap tahun akan menjadi PANITIA LOMBA 17 AGUSTUSAN.

Pernahkah terfikir oleh kita (baca: pendidik) untuk memberi pengalaman juara pada peserta didik saat mengajar di kelas. Dengan mencapai prestasi dan menjadi juara, peserta didik akan senantiasa mencoba berusaha sebaik-baiknya untuk menjadi juara (kompetensi). Tidak perlu piala untuk sang juara, hanya perlu sedikit pujian, acungan jempol atau tepukan ringan di pundak untuk setiap “prestasi” yang sudah dicapai peserta didik. Siswa yang aktif dalam diskusi, menjawab dengan baik setiap pertanyan, menghormati peryataan temannya dengan bijakasana dan tindakan cerdas lainnya sudah semestinya mendapat pengalaman juara dalam kelas.

Guru TK dan Play Group merupakan contoh yang bisa kita tiru.  Setiap prestasi (baca: kompetensi dasar) dicapai oleh siswa, segera mendapat reward atas keberhasilannya. Akibatnya, siswa akan senantiasa mencoba lagi dan berusaha mencapai prestasi yang lebih tinggi lagi.  Tepuk tangan, acungan jempol atau sekedar sebuah permen merupakan hadiah yang luar biasa untuk para J U A R A. Semakin hebat, setiap anak ingin merasakan pengalaman menjari juara.

Secara genuine setiap pendidik harus bisa memberi penguatan (yang ternyata merupakan salah satu ketrampilan dasar mengajar) pada peserta didik yang berhasil mencapai ‘prestasi’ dalam proses belajar mengajar.  Hasil belajar tidak cukup hanya dinilai dari ujian tengah dan akhir semester.  Proses menjadi juara akan memperlihatkan kemapuan kognitif dan afektif bila dapat diamati selama pelaksanaan pembelajaran.